Laman

Kamis, 03 Februari 2011

Seputar Santan

Sebagai tanaman tropis, kelapa telah lama dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia untuk minyak goreng atau dibuat santan sebagai bahan campuran berbagai masakan/produk pangan. Santan banyak digunakan dalam masakan Indonesia, seperti opor ayam, rendang, gudeg, soto, sayur lodeh, nasi uduk atau dalam berbagai macam kari seperti kari daun singkong misalnya. Apalagi dalam bulan Ramadhan, santan hampir selalu digunakan sebagai ingridien untuk dessert khas puasa seperti kolak pisang, es cendol, es campur, es buah, bubur candil, bubur kacang hijau termasuk juga untuk kue-kue tradisional seperti kue talam, carabikang atau apem.
http://www.thehealthyteacher.com
Santan mempunyai rasa lemak, sehingga membuat rasa masakan menjadi lebih sedap dan gurih dengan aroma khas kelapa yang harum (adanya senyawa nonylmethylketone). Santan juga dikenal dalam berbagai masakan tradisional negara-negara kawasan Asia Pasifik seperti Thailand, India, Sri Lanka, Malaysia, Filipina, Hawai sampai Brazil. Bahkan saat ini banyak makanan etnik bersantan yang mulai disebarluaskan ke negara-negara Barat (Eropa dan Amerika) dan diterima dengan baik oleh para konsumen. Mengingat begitu pentingnya santan dalam perkembangan industri pangan, maka para ahli teknologi pangan terdorong untuk mengembangkan produk-produk baru dari santan sebagai ingridien untuk keperluan industri dan rumah tangga.
Santan merupakan emulsi minyak dalam air alami berwarna putih susu yang diekstrak dari endosperma (daging buah) kelapa tua baik dengan atau tanpa penambahan air. Pada skala rumah tangga, ekstraksi santan dilakukan dengan cara memeras parutan kelapa segar yang sudah dicampur dengan air panas (hangat). Sedangkan untuk skala industri, ekstraksi dilakukan dengan mesin pemeras santan yang memungkinkan untuk mendapatkan santan murni 100% tanpa diperlukan penambahan air pada parutan kelapa.

Dalam masakan Indonesia, dikenal santan kental dan santan encer yang dibedakan berdasarkan kandungan airnya. Santan kental biasanya digunakan untuk masakan Padang seperti rendang misalnya, atau untuk kue-kue dan dessert. Sedangkan santan encer biasanya untuk sayur berkuah seperti sayur lodeh dan soto. Di pasaran, tersedia juga santan instan atau siap saji dalam kemasan (kaleng, Tetra Pak), santan beku serta santan bubuk. Penggunaannya relatif mudah karena tinggal ditambahkan air panas (hangat) serta kualitasnya dapat diterima konsumen, walaupun tidak sebaik kualitas santan yang dipersiapkan dalam rumah tangga dari kelapa segar.
Sifat fisikokimia dan nilai gizi santan
Santan murni secara alami mengandung sekitar 54% air, 35% lemak dan 11% padatan tanpa lemak (karbohidrat ± 6%, protein ± 4% dan padatan lain) yang dikategorikan sebagai emulsi minyak dalam air. Selain itu, santan juga mengandung sejumlah vitamin (vitamin C, B-6, thiamin, niasin, folat) dan sejumlah mineral (kalsium, seng, magnesium, besi, fosfor). Komposisi ini sangat bervariasi tergantung sifat alami bahan baku (buah kelapa), metode ekstraksi serta jumlah air yang ditambahkan. Seperti halnya dengan semua makroemulsi, emulsi santan relatif tidak stabil karena ukuran partikelnya relatif besar (lebih dari 1 mikron). Santan yang didiamkan beberapa saat (5-10 jam) akan memisah menjadi dua fase, yaitu fase kaya air (skim) pada bagian bawah dan fase kaya minyak (krim) pada bagian atas.
Santan yang baru diekstrak pada dasarnya merupakan suatu emulsi yang relatif stabil. Secara alami distabilkan oleh protein kelapa yaitu globulin dan albumin serta adanya emulsifier fosfolipida. Beberapa protein yang ada dalam fase air dari santan berinteraksi dengan globula lemak dan bertindak sebagai emulsifier dengan menyelimuti permukaannya. Ketidakstabilan yang terjadi berdasar pada kenyataan bahwa kandungan dan kualitas protein dalam santan tidak cukup untuk menstabilkan globula lemak.
Ditinjau dari segi gizi dan kesehatan, kelapa dikenal sebagai sumber komponen fungsional yang penting secara fisiologis dalam diet manusia. Komponen fungsional tersebut ditemukan dalam lemak dari kelapa utuh, kelapa kering maupun dalam minyak yang diekstraksi dari kelapa (termasuk santan). Komponen fungsional tersebut adalah kelompok asam lemak jenuh rantai medium (medium chain saturated fatty acids), yaitu asam laurat (C12:0) yang merupakan asam lemak utama dalam lemak kelapa serta asam kaprat (C10:0), asam lemak lain dalam lemak kelapa.
Asam laurat dalam bentuk monolaurin (suatu monogliserida) bersifat sebagai antivirus, antibakteri serta antiprotozoa yang penting artinya bagi pertahanan tubuh manusia dan hewan. Demikian pula asam kaprat dalam bentuk monokaprat juga dikelompokkan sebagai komponen antimikroba. Beberapa hasil penelitian juga mengungkapkan bahwa konsumsi lemak kelapa dalam diet dapat menormalisasi lemak tubuh, melindungi terhadap kerusakan hati karena alkohol serta memperbaiki sistem kekebalan tubuh.
Hal ini tentu saja akan membuat posisi lemak kelapa (termasuk santan) menjadi lebih kompetitif untuk digunakan kembali dalam industri pangan, seperti industri bakery maupun snack food. Apalagi bila dikaitkan dengan bahaya asam lemak trans, maka penggunaan lemak kelapa relatif lebih aman karena asam lemak utama penyusunnya adalah asam lemak jenuh rantai medium.
Kerusakan dan pengawetan santan
Santan kelapa termasuk ingridien pangan yang memiliki kadar air, protein dan lemak yang cukup tinggi seperti halnya susu sapi, sehingga santan bersifat mudah rusak karena mudah ditumbuhi oleh mikroba pembusuk. Sementara itu, pengawetan santan dengan metode sterilisasi dapat menyebabkan beberapa kerusakan mutu produk. Kerusakan tersebut antara lain pecahnya emulsi santan, timbulnya aroma tengik dan terjadi perubahan warna menjadi lebih gelap.
Santan mencapai batas total mikroba yang dapat menyebabkan kerusakan organoleptik hanya dalam waktu 6 jam pada suhu penyimpanan 35°C. Selain kerusakan oleh mikroba, santan kelapa sangat rentan terhadap kerusakan kimia (termasuk enzimatik), khususnya melalui oksidasi lemak dan hidrolisis yang menghasilkan bau dan rasa yang tidak enak. Rusaknya emulsi minyak dalam air dari santan secara normal dianggap sebagai kerusakan fisik yang tidak dapat diterima baik untuk santan segar maupun santan olahan/awetan.
Banyak usaha telah dilakukan untuk mengawetkan santan terhadap kerusakan mikroba, kimia dan biokimia seperti oksidasi lipida. Secara komersial, perpanjangan umur simpan santan dapat ditingkatkan khususnya melalui pengalengan, pengemasan aseptik dan spray drying. Pengolahan panas merupakan cara efektif untuk memperpanjang umur simpan santan. Pengawetan jangka pendek dapat dengan mudah dicapai dengan pasteurisasi santan pada suhu 72°C selama 20 menit, tetapi penyimpanan jangka panjang hanya dapat dicapai dengan menggunakan cara pemanasan yang cukup yang menjamin sterilitas komersial dari produk. Sebagai contoh, jika dipasteurisasi, santan mempunyai umur simpan tidak lebih dari 5 hari pada suhu 4°C (refrigerator), sedangkan santan kaleng dapat tahan sampai lebih dari 24 bulan pada kondisi penyimpanan suhu ruang.
Santan seringkali memberikan beberapa masalah khusus bagi para ahli teknologi pangan, karena santan tidak dapat disterilisasikan dengan pemanasan sebagaimana dilakukan terhadap produk lain. Hal ini disebabkan santan mengalami koagulasi (penggumpalan) jika dipanaskan di atas suhu 80°C, dan aroma (flavor) kelapa yang harum sebagian besar akan hilang. Oleh karena itu, untuk pengawetan jangka panjang santan perlu distabilkan dengan penambahan emulsifier dan stabilizer yang sesuai diikuti dengan homogenisasi untuk mereduksi ukuran globula lemak.
Pengalengan dianggap sebagai proses yang cocok untuk pengawetan santan. Proses diawali dari ekstraksi santan dari parutan daging buah kelapa dengan atau tanpa penambahan air. Persentase lemak disesuaikan sebelum pemanasan pada suhu pasteurisasi. Santan selanjutnya ditambah stabilizer atau emulsifier dan dilewatkan homogenizer. Akhirnya, santan diisikan ke dalam kaleng dan disterilisasi di dalam retort. Selain itu, proses UHT (Ultra High Temperature) dengan kemasan aluminium foil atau Tetra Pak juga banyak dilakukan untuk pengawetan santan.
Sementara itu, proses pemasakan kari perlu mendapat perhatian, mengingat kari yang terbuat dari santan merupakan salah satu kategori makanan yang dikonsumsi secara luas di Asia Timur dan Tenggara. Kari umumnya dimasak dalam panci dan dididihkan selama berjam-jam pada suhu tinggi. Santan yang merupakan ingridien utama kari mengandung gula pereduksi dan asam amino sebagai reaktan untuk reaksi Maillard. Pada kondisi pemasakan tersebut, akrilamid mungkin dapat terbentuk di dalam kari melalui reaksi Maillard. Akrilamid ini ternyata ditemukan pada 30 sampel kari masakan Thai yang berkisar antara 60-606 nanogram per gram berat kering. Menurut WHO (World Health Organization), akrilamid diduga dapat menyebabkan kanker pada manusia, karena dari beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa akrilamid dapat menyebabkan kanker pada tikus percobaan.
Produk santan olahan/awetan
Seperti telah dikemukakan, santan mempunyai sifat fisikokimia yang mirip susu sapi, sehingga dapat ditangani seperti halnya pengolahan susu. Bentuk produk olahan/awetan santan seperti tepung santan, krim santan atau santan kemasan telah cukup populer di masyarakat. Bahkan produk minuman fermentasi dari santan seperti halnya untuk produk susu telah tersedia secara komersial.
Tepung santan pada dasarnya dibuat dari santan yang ditambah bahan pengisi dan emulsifier yang selanjutnya dihomogenisasi dan dikeringkan dengan spray dryer. Tepung santan sangat baik untuk aplikasi kering, produk confectionery serta aplikasi lain yang memerlukan pengendalian viskositas. Tepung santan juga digunakan sebagai flavor untuk es krim, yoghurt, produk bakery, saus kemasan dan minuman.

Sementara itu, krim santan mempunyai konsistensi yang lebih kental dari santan, karena dibuat dengan memisahkan krim santan dari skimnya. Krim santan umumnya digunakan sebagai ingridien untuk rendang, kari atau bumbu gado-gado dalam masakan Indonesia, juga untuk berbagai dessert. Produk variannya berupa krim santan yang ditambah gula banyak digunakan untuk dessert dan minuman. Selain itu, santan dan krim santan juga merupakan bahan baku untuk pembuatan minyak kelapa (klentik) secara tradisional dengan cara pemanasan santan atau fermentasi krim santan.
Soenar Soekopitojo, Staf Pengajar Universitas Negeri Malang dan Peneliti SEAFAST Center IPB Bogor.
Referensi:
  • Raghavendra, S.N. dan K.S.M.S. Raghavarao. 2010. Effect of different treatments for the destabilization of coconut milk emulsion. Journal of Food Engineering (97):341-347.
  • Na Jom, K.; P. Jamnong dan S. Lertsiri. 2008. Investigation of acrylamide in curries made from coconut milk. Food and Chemical Toxicology (46):119-124.
  • Chiewchan, N.; C. Phungamngoen dan S. Siriwattanayothin. 2006. Effect of homogenizing pressure and sterilizing condition on quality of canned high fat coconut milk. Journal of Food Engineering (73):38-44.
  • Enig, M.G. 2009. Coconut: In Support of Good Health in the 21st Century. Coconut Research Center, USA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar